TNews, GORONTALO – Keberpihakan pada ekonomi rakyat kecil kembali diuji. Seorang penjual kopi keliling di Gorontalo, Sidiq Ishak, harus menerima kenyataan pahit setelah dilarang berjualan di halaman Bank Mega, tepatnya di Jalan Nani Wartabone, kawasan strategis Bundaran Saronde.Alasannya? Karena pelanggan kopi keliling yang kerap duduk-duduk di area parkir bank.
Padahal, aktivitas jualan hanya berlangsung di malam hari, setelah jam operasional bank berakhir. Tidak ada aktivitas yang mengganggu kerja perbankan, tidak ada kebisingan, bahkan kebersihan pun dijaga.
“Saya hanya manfaatkan sebagian halaman yang kosong. Tidak ganggu siapa-siapa, malah kami bantu jaga lalu lintas agar tidak macet,” ujar Sidiq, Minggu (12/10/2025).
Larangan itu datang dari pihak keamanan bank. Tanpa dialog, tanpa mediasi. Sidiq yang sudah lama menjajakan kopi di situ hanya bisa pasrah. Padahal, lapak kopinya sudah jadi tempat favorit banyak warga untuk bersantai, terutama generasi muda yang butuh ruang aman dan murah untuk berkumpul.
Yang ironis, usaha ini justru sejalan dengan semangat Pemkot Gorontalo di bawah Wali Kota Adhan Dambea, yang sedang giat-giatnya mendorong UMKM tumbuh di ruang publik kota. Pemerintah membolehkan penggunaan ruang kota untuk kegiatan ekonomi kreatif, asal tidak mengganggu, tanpa alkohol, dan menjaga kebersihan. Kobens memenuhi semua itu.
“Saya jual malam, setelah bank tutup. Tidak ada musik keras, tidak ada alkohol, tidak ada keributan. Sebelum pulang, kami bersihkan semua,” tegas Sidiq.
Larangan ini dinilai warga kontraproduktif. Di saat banyak usaha kecil berjuang hidup, bank justru mempersempit ruang mereka. Masyarakat menilai Bank Mega seharusnya bisa lebih bijak dan mendukung geliat ekonomi lokal, apalagi jika tidak ada dampak negatif dari keberadaan penjual kopi tersebut.
“UMKM kayak begini harusnya dibantu, bukan disingkirkan. Pemerintah sudah buka ruang, kok malah bank yang tutup pintu,” ucap Rahmat M, pengunjung setia.
Kasus ini jadi sorotan karena menyangkut ketimpangan kekuasaan antara korporasi dan rakyat kecil. Warga berharap ada jalan tengah yang menguntungkan semua pihak. Jangan sampai semangat membangun kota justru mematikan denyut ekonomi rakyatnya sendiri.*