TNews, GORONTALO – Hari ini, Gerakan Rakyat Anti Korupsi (GERAK) Provinsi Gorontalo, dipimpin koordinatornya Abdul Wahidin Tutuna, resmi menyerahkan laporan dugaan monopoli dan korupsi pengadaan alat kesehatan serta bahan medis habis pakai senilai Rp 50,9 miliar di Dinas Kesehatan Kabupaten Boalemo kepada Kejaksaan Agung RI.
Berdasarkan laporan itu, proses pengadaan telah dikondisikan secara sistemik dan terstruktur, bahkan sebelum kepala daerah definitif dilantik. Dugaan tersebut bukan tanpa dasar—dokumen pendukung seperti Rencana Umum Pengadaan (RUP), tangkapan layar e‑katalog, dan indikasi aliran dana “fee proyek” disertakan dalam laporan.
Abdul Wahidin mengungkap bahwa modus operandi melibatkan oknum pejabat Dinas Kesehatan yang berperan sebagai aktor utama monopoli, menyeleksi penyedia tertentu demi keuntungan pribadi, serta menyertakan institusi eksternal secara ilegal untuk memperlancar skema kecurangan tersebut.
Wahidin menegaskan, laporan ini diserahkan langsung dari Gorontalo ke Kejaksaan Agung karena kekhawatiran terhadap adanya intervensi dari oknum aparat penegak hukum (APH) lokal—disebut sebagai “bekingan”—yang dinilai bisa menghambat penyidikan jika ditangani di tingkat daerah.
“Saya dan kawan-kawan melaporkan dugaan monopoli proyek ke Kejaksaan Agung. Kami tidak mau uang rakyat dimonopoli segelintir mafia di Boalemo,” ujarnya tegas.
Temuan lapangan menegaskan, praktik monopoli ini berakar sejak beberapa bulan atau bahkan tahun sebelumnya.
“Investigasi kami menunjukkan oknum NJ sudah menjadi pemain inti di proyek Dinkes Boalemo, sering membawa-bawa nama APH untuk memonopoli pengadaan,” tambahnya.
Dalam laporannya, GERAK meminta Kejaksaan Agung untuk segera melakukan:
1. Penyelidikan dan penyidikan menyeluruh terhadap pengadaan alat kesehatan dan BMHP tahun anggaran 2025.
2. Pemanggilan seluruh pihak terkait—pejabat Dinkes, penyedia barang/jasa, hingga pihak eksternal yang diduga terlibat.
3. Audit investigatif guna menelusuri aliran dana fee.
4. Penindakan tegas terhadap jaringan mafia pengadaan, sesuai Pasal 2 & 3 UU Tipikor, Pasal 25 UU Larangan Monopoli, dan Perpres e‑katalog (16/2018 jo. 12/2021).
Wahidin mengingatkan bahwa dampak kasus ini sangat besar, merugikan keuangan negara dan mengancam kualitas pelayanan kesehatan masyarakat Boalemo.
Pelaporan ini diharapkan menjadi momentum bagi Kejaksaan Agung untuk mengambil langkah tegas, memperkuat tata kelola pengadaan publik—khususnya di sektor kesehatan—agar lebih bersih, transparan, dan akuntabel, serta menindak mafia hukum yang kuat di Gorontalo, terutama yang diduga melibatkan aparat APH.*
Laporan: Redaksi